Di tengah perbincangan orang-orang modern saat ini tentang Atlantis di Nusantara dan bagaimana peradaban berawal dan dimana???, Saya mendapatkan informasi unik seperti ini yang ditulis pada abad 10 Masehi lampau (abad 4 hijriah) oleh sekelompok ilmuwan-filosof dari Basrah (Irak saat ini). Kelompok ini bernama Ikhwan al-Safa (Persaudaraan Suci), tidak diketahui secara pasti siapa-siapa saja yang teribat dalam kelompok para filsuf dan ilmuwan ini. Namun yang pasti adalah bahwa salah satu karya mereka yang sangat monumental telah diakui sejak berabad-abad yang lalu di kalangan dunia Islam, yakni Rasail Ikhwan al-Safa (Risalah-risalah Ikhwan al-Safa) yang berisi 52 risalah..
Dalam salah satu risalahnya, yakni risalah ke-22 yang berjudul Fi Kayfiyyati Takwin al-Hayawanat wa Asnafiha (Tentang Cara Terciptanya/Terbentuknya Hewan-hewan dan jenis-jenisnya), pada Sub-bab ke-5, dinyatakan demikian :
فصل: واعلم يا أخي بأن الحيوانات التامة الخلقة كلها كان بدء كونها من الطين أولاً من ذكر وُأنثى توالدت وتناسلت وانتشرت في الأرض سهلاً وجبلاً، وبراً وبحراً، من تحت خط الاستواء حيث يكون الليل والنهار نتساويين، والزمان أبداً معتدلاً هناك بين الحر والبرد، والمواد المتهيئة لقبول الصورة موجودة دائماً. وهناك أيضاً تكون أبونا آدم أبوالبشر وزوجته، ثم توالدا، وتناسلت أولادهما، وامتلأت الأرض منهم سهلاً وجبلاً، وبراً أوبحراً إلى يومنا هذا.
Kurang lebih terjemahannya seperti ini :
“Sub-Bab : Dan ketahuilah wahai saudaraku, bahwa seluruh hewan-hewan yang telah utuh penciptaannya, semua berasal dari tanah, baik itu jantan (laki-laki) maupun betina (perempuan), lalu hewan-hewan tersebut berkembang-biak, beranak, berketurunan, dan menyebar di bumi, baik itu di tanah datar maupun pegunungan, di daratan maupun lautan, di bawah garis khatulistiwa, dimana antara siang dan malam bergantian secara seimbang (sama), dan musim panas dan musim dingin berjalan secara seimbang selamanya, dan bahan-bahan material untuk dibentuk (dan dijadikan bahan-bahan kehidupan, atau dijadikan berbagai barang) selalu tersedia selamanya. Dan di sana pula lah, nenek moyang kita Adam sebagai bapak para manusia dan pasangannya (istrinya) berada. Lalu keduanya beranak pinak, berketurunan, dan mengisi bumi ini, baik di dataran rendah maupun di pegunungan, di darat maupun di lautan hingga saat ini.” (Ikhwan al-Safa, Rasail Ikhwan al-Safa, Beirut : Dar Sadir, 1957, Jilid II, hal. 180)
Entah di negeri mana yang sebenarnya dimaksudkan oleh Ikhwan al-Safa ini terkait awal mula keberadaan Nabi Adam, namun yang jelas mereka memberikan keterangan seperti itu.
Keterangan yang sangat logis dan rasional, dimanapun tempat itu yang pasti harus sebuah wilayah yang penuh dengan 'kemudahan' terutama :
- Alam yang menyediakan bahan makanan berlimpah
- Cuaca/iklim/udara yang ramah
- Sinar matahari yang mencukupi (tidak ekstrim).
Dalam salah satu risalahnya, yakni risalah ke-22 yang berjudul Fi Kayfiyyati Takwin al-Hayawanat wa Asnafiha (Tentang Cara Terciptanya/Terbentuknya Hewan-hewan dan jenis-jenisnya), pada Sub-bab ke-5, dinyatakan demikian :
فصل: واعلم يا أخي بأن الحيوانات التامة الخلقة كلها كان بدء كونها من الطين أولاً من ذكر وُأنثى توالدت وتناسلت وانتشرت في الأرض سهلاً وجبلاً، وبراً وبحراً، من تحت خط الاستواء حيث يكون الليل والنهار نتساويين، والزمان أبداً معتدلاً هناك بين الحر والبرد، والمواد المتهيئة لقبول الصورة موجودة دائماً. وهناك أيضاً تكون أبونا آدم أبوالبشر وزوجته، ثم توالدا، وتناسلت أولادهما، وامتلأت الأرض منهم سهلاً وجبلاً، وبراً أوبحراً إلى يومنا هذا.
Kurang lebih terjemahannya seperti ini :
“Sub-Bab : Dan ketahuilah wahai saudaraku, bahwa seluruh hewan-hewan yang telah utuh penciptaannya, semua berasal dari tanah, baik itu jantan (laki-laki) maupun betina (perempuan), lalu hewan-hewan tersebut berkembang-biak, beranak, berketurunan, dan menyebar di bumi, baik itu di tanah datar maupun pegunungan, di daratan maupun lautan, di bawah garis khatulistiwa, dimana antara siang dan malam bergantian secara seimbang (sama), dan musim panas dan musim dingin berjalan secara seimbang selamanya, dan bahan-bahan material untuk dibentuk (dan dijadikan bahan-bahan kehidupan, atau dijadikan berbagai barang) selalu tersedia selamanya. Dan di sana pula lah, nenek moyang kita Adam sebagai bapak para manusia dan pasangannya (istrinya) berada. Lalu keduanya beranak pinak, berketurunan, dan mengisi bumi ini, baik di dataran rendah maupun di pegunungan, di darat maupun di lautan hingga saat ini.” (Ikhwan al-Safa, Rasail Ikhwan al-Safa, Beirut : Dar Sadir, 1957, Jilid II, hal. 180)
Entah di negeri mana yang sebenarnya dimaksudkan oleh Ikhwan al-Safa ini terkait awal mula keberadaan Nabi Adam, namun yang jelas mereka memberikan keterangan seperti itu.
Keterangan yang sangat logis dan rasional, dimanapun tempat itu yang pasti harus sebuah wilayah yang penuh dengan 'kemudahan' terutama :
- Alam yang menyediakan bahan makanan berlimpah
- Cuaca/iklim/udara yang ramah
- Sinar matahari yang mencukupi (tidak ekstrim).
Ketiganya itu merupakan syarat kehidupan awal-mula manusia yang memungkinkan untuk berkembang-biak (bergenerasi), hingga kelak mencapai peradaban tinggi, lalu mendunia.
Hadits-hadits yang menguatkan teori Nabi Adam AS, diturunkan di Al Hind/Sundaland/Nusantara/Indonesia.
Dari Qatadah RA, beliau berkata bahwa: “Allah SWT meletakkan Baitullah (di bumi) bersama Nabi Adam AS. Allah SWT telah menurunkan Nabi Adam AS di bumi dan tempat diturunkannya adalah di tanah AL HIND. Dan dalam keadaan kepalanya di langit dan kedua kakinya di bumi, lalu para malaikat sangat memuliakan Nabi Adam as, kemudian Nabi Adam AS pelan-pelan berkuranglah tinggi beliau.” (H.R. Musonif Abdur Razaq)
Dari Ibnu Abbas RA, telah berkata : “Sesungguhnya tempat pertama dimana Allah SWT turunkan Nabi Adam AS di bumi adalah di AL HIND”. (HR. Hakim)
Dari Ali RA, telah berkata: “Bumi yang paling wangi adalah tanah AL HIND, disanalah Nabi Adam AS diturunkan dan pohonnya tercipta dari wangi surga.” (Kanzul Ummal).
Dari Ibnu Abbas RA, telah meriwayatkan Ali Bin Abi Thalib RA telah berkata: “Di bumi tanah yang paling wangi adalah tanah AL HIND (karena) Nabi Adam AS telah diturunkan di AL-HIND, maka pohon-pohon dari AL-HIND telah melekat wangi-wangian dari surga.” (HR. Hakim)
Dari Ibnu Abbas RA telah berkata bahwa jarak antara Nabi Nuh AS dengan hancurnya kaumnya adalah 300 tahun. Dari tungku api (tannur) di AL HIND telah keluar air dan kapalnya Nabi Nuh AS berminggu-minggu mengelilingi Ka’bah. (H.R Hakim).
Riwayat ini penting kerana kita telah tahu bahwa Nabi Nuh berkemungkinan besar berasal dari Sundaland.
Dari Abu Sa’id Al Khudri RA mengatakan bahawa seorang raja dari AL HIND telah mengirimkan kepada Nabi Muhammad SAW sebuah tembikar yang berisi halia. Lalu Nabi SAW memberi makan kepada sahabat–sahabatnya sepotong demi sepotong dan Nabi SAW pun memberikan saya sepotong makanan dari dalam tembikar itu. (HR. Hakim)
Dari Abu Hurairah RA berkata bahwa Nabi Muhammad SAW telah menjanjikan kepada kami tentang perang yang akan terjadi di AL HIND. Jika saya menemui peperangan itu maka saya akan korbankan diri dan harta saya. Apabila saya terbunuh, maka saya akan menjadi salah satu syuhada yang paling baik dan jika saya kembali (dengan selamat) maka saya (Abu Hurairah RA) adalah orang yang terbebas (dari neraka). (HR. An-Nasai)
Dari Ali RA berkata bahwa dua lembah yang paling baik di kalangan manusia adalah lembah yang ada di MAKKAH dan lembah yang ada di AL HIND, dimana Nabi Adam AS diturunkan. Di dalam lembah itu ada satu bau yang wangi, yang darinya bisa membuat kamu jadi wangi.
Dari Ibnu Abbas RA meriyawatkan dari Nabi Muhammad SAW telah bersabda bahwa Sesungguhnya Nabi Adam AS telah pergi haji dari AL HIND ke Baitullah sebanyak seribu kali dengan berjalan kaki tanpa pernah naik kendaraan walau sekalipun. (HR. Thabrani).
Mengapa? Karena dulu tanah AL HIND dan ARAB adalah satu daratan.
Dari Ubay bin Ka’ab RA mengatakan: “Saya berkeinginan untuk keluar di jalan Allah ke AL HIND”. Ubay bin Ka’ab RA bertanya kepada Hasan RA: “Berilah saya nasihat!”. Hasan RA berkata : “Muliakanlah perintah Allah dimanapun kamu berada maka Allah akan memuliakan kamu.” (H.R Baihaqi fii Syu’bul iman)
Dari Sauban RA dari Rasulullah SAW beliau bersabda: “Dua golongan dari ummatku yang diselamatkan Allah dari Neraka yaitu golongan yang berperang di AL HIND dan golongan yang berkumpul bersama Isa AS.” (HR, Nasai dan Ahmad)
Jadi AL HIND disini adalah Nusantara dan bukanlah India yang seringkali banyak ditafsirkan orang. Bahkan justru India pada masa dahulu adalah bagian kecil dari wilayah AL HIND atau Nusantara.
Bahtera Nuh Dalam Tradisi Islam
Dalam agama Islam, Nuh merupakan salah satu dari lima Rasul nabi penting bagi umat Islam keseluruhannya (Ulul Azmi). Ia diperintah untuk mengingatkan kaumnya agar menyembah Allah yang saat itu menganut paganisme dengan menyembah berhala-berhala Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan Nashr.
Ibnu Abi Hatim dari Urwah bin Al Zubayr bahwa Wadd, Suwa, Yaghuth, Ya’uq dan Nasr adalah anak Nabi Adam. Wadd adalah yang tertua dari mereka dan yang paling saleh di antara mereka.
Dalam Al Quran, Nuh diperintah selama 950 tahun. Rujukan-rujukannya tentang Nuh dalam al Quran bertebaran di seluruh kitab. Surah dalam al-Quran yang cukup lengkap menceritakan kisah Nuh adalah Surah Hud dari ayat 27 hingga 51.
Berbeda dengan kisah-kisah Yahudi, yang menggunakan istilah "kotak" atau "peti" untuk menggambarkan Bahtera Nuh, surah Al 'Ankabut ayat 15 dalam al Qur'an menyebutnya As Safinati, sebuah kapal biasa atau bahtera, dan dijelaskan lagi dalam Surah Al Qamar ayat 13 sebagai "bahtera dari papan dan paku." Surah Hud ayat 44 mengatakan bahwa kapal itu mendarat di Gunung Judi, yang dalam tradisi merupakan sebuah bukit dekat kota Jazirah bin Umar di tepi timur Sungai Tigris di provinsi Mosul, Iraq.
Abdul Hasan Ali bin al Husayn Masudi (meninggal dunia pada tahun 956) mengatakan bahawa tempat pendaratan bahtera itu dapat dilihat pada masanya. Masudi juga mengatakan bahawa Bahtera itu memulai perjalanannya dari Kuffah di Iraq tengah dan berlayar ke Makkah, dan di sana kapal itu menawafi (mengelilingi) Kaabah, sebelum akhirnya mendarat di Gunung Judi, Cizre (Pergunungan yang sebanjaran dengan Gunung Ararat). Surah Hud ayat 41 mengatakan, "Dan Nuh berkata, 'Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.' Tulisan Abdullah bin 'Umar al Baidawi abad ke-13 menyatakan bahawa Nuh mengatakan, "Dengan Nama Allah!" ketika ia ingin bahtera itu bergerak, dan kata yang sama ketika ia menginginkan bahtera itu berhenti.
Banjir itu dikirim oleh Allah sebagai jawaban ke atas doa Nabi Nuh bahwa generasinya yang jahat harus dihancurkan, namun karena Nuh adalah yang benar, maka ia terus menyebarkan peringatan itu, dan 70 orang penyembah berhala bertaubat, dan masuk ke dalam Bahtera bersamanya, sehingga keseluruhan manusia yang ada di dalamnya adalah 78 orang (yaitu ke-70 orang ini ditambah 8 orang anggota keluarga Nuh sendiri). Ke-70 orang ini tidak mempunyai keturunan, dan seluruh umat manusia setelah air bah adalah keturunan dari ketiga anak lelaki Nuh yaitu Sem, Ham, dan Yafet. Anak lelaki (atau cucu lelaki, menurut beberapa sumber) yang keempat yang bernama Kana'an termasuk para penyembah berhala, dan karenanya ia ikut tenggelam.
Baidawi memberikan ukuran Bahtera itu iaitu 300 hasta, (50 x 30), dan menjelaskan bahawa pada mulanya di tingkat pertama dari tiga tingkat ini diletakkan binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan, pada tingkat kedua ditempatkan manusia, dan yang ketiga burung-burung. Pada setiap lembar papan terdapat nama seorang nabi. Tiga lembar papan yang hilang, yang melambangkan tiga nabi, dibawa dari Mesir oleh Og, putera Anak, satu-satunya raksasa yang diizinkan selamat dari banjir. Tubuh Nabi Adam a.s. dibawa ke tengah-tengah bahtera untuk memisahkan lelaki dan perempuan.
Nabi Nuh berada di Bahtera selama lima atau enam bulan, dan pada akhirnya ia mengeluarkan seekor burung gagak. Namun gagak itu berhenti untuk berpesta memakan daging-daging bangkai yang mati, dan karena itu Nuh mengutuknya dan mengeluarkannya bersama burung merpati, yang sejak dahulu kala lagi telah dikenali sebagai sahabat manusia. Masudi menulis bahawa Allah memerintahkan bumi untuk menyerap airnya, dan bahagian-bahagian tertentu yang lambat menaati perintah ini memperoleh air laut sebagai hukumannya dan karena itu menjadi kering dan tidak ada kehidupan. Air yang tidak diserap bumi membentuk laut, sehingga air dari banjir itu masih ada.
Nuh meninggalkan Bahtera pada tanggal 10 Muharram, dan ia bersama keluarganya dan teman-temannya membangun sebuah kota di kaki Gunung Judi yang dinamai Thamanin ("delapan puluh"), dari jumlah mereka. Nuh kemudian mengunci Bahtera itu dan dipercayai kunci-kuncinya berada dalam simpanan Sem. Yaqut al-Hamawi (1179–1229) menyebutkan tentang sebuah Masjid yang dibangunkan oleh Nuh yang dapat dilihat hingga masa hidupnya, dan Ibnu Batutta telah melawati pergunungan Judi dan Ararat dalam perjalanannya pada abad ke-14. Orang Muslim moden, walaupun tidak semuanya aktif dalam mencari Bahtera tersebut, percaya bahawa benda itu masih berada di lereng-lereng pergunungan Judi Ararat.
Bahtera Nuh Dalam Tradisi Nusa Jawa
Diceritakan Kisah Nabi Nuh. Kata Nabi Adam, "Cucuku Nuh, sekarang belum banyak perempuan, banyak pria mencintai sesasamanya"
Kata Nabi Nuh,"Mereka akan dibenci oleh Allah SWT".
Sebabnya itulah Adam dibawa pula ke Perahu Nuh. Mereka juga, diajaknnya naik perahu. Sebab akan ada Topan yang besar dari lautan, yang akan mengenangi Alam Dunia.
Orang Nusa Jawa waktu itu pada membuat Gunung (pupunden)
Kata Ratu Prewatasari Jagat," Alam akan tenggelam"
Orang Nusa Jawa pada sujud ke Gunung yang dibuat pemujaan.
Sebabnya mencipta Gunung Sasipat Langit, diberi nama Gunung Adraksa.
Sebabnya orang Nusa Jawa pada naik bersama Ratu Prewatasari.
Sebabnya orang Nusa Jawa ada juga yang naik ke Sanghyang Linggapayung.
Sebabnya orang Nusa Jawa yang sujud ke Gunung yang dibuat Pemujaan.
Malaikat melihatnya rusaknya umat tersebut, yang sujudnya ke kayu dan ke batu. Lalu didatangkannya Meteor, lalu terjadi tsunami air laut yang menggenangi Pulo Jawa. Setelah itu daratan surut kembali, maka yang tersisa ada Kabuyutan.
Maka Sujudlah semuanya ke Baitullah (maksudnya Rasa/Hati/Sir).
Maka Sujudlah semuanya ke Baitullah (maksudnya Rasa/Hati/Sir).
Dari keterangan di atas, begitu jelas menunjukan status sebuah negeri yang bersifat Maritim, banyak Gunung dan Agraris itu, sejak jaman dahulu merupakan sebutan yang akrab bagi negeri kita, Nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar